A R U S

Alesha Tivadar
3 min readJul 25, 2023

--

Pinterest

Pada era digitalisasi ini, secara tidak langsung hal tersebut menggiring kita untuk melakukan segala sesuatu serba cepat , terlebih kawula muda yang pada saat ini didominasi oleh generasi Z. Seringnya, generasi tersebut dijuluki sebagai generasi influencer yang merupakan penduduk asli di era digital. Dikarenakan keakraban dengan teknologi dan internet, tak dipungkiri lagi, gen Z memiliki khazanah yang melimpah akan informasi. Namun, ketergantungan dengan teknologi membentuk karakter yang menyukai sesuatu yang instant dan terburu-buru. Orang modern menyebutnya sebagai keinginan untuk bertindak yang efektif dan efisien.

Jika kita hidup hanya mengandalkan kecepatan, maka problemnya adalah kita tidak bisa menikmati hidup dan banyak hal yang terlewatkan. Seorang filsuf asal jerman, Marcuse, mengibaratkan hidup kita yang serba cepat hari ini seperti kita naik bis mewah dengan fasilitas luar biasa. Mungkin di dalamnya ada AC, karaoke, toilet mewahnya dan lain sebagainya. Akan tetapi, kita tidak tahu bis ini tujuannya kemana, apakah ke jurang atau ke mall atau ke tempat mana, kita tidak tahu. Yang kita tahu hanya bisnya mewah.

Begitulah sindiran Marcuse yang menarik tentang kehidupan kita di era digital. Saat ini, karena modenya serba cepat, terkadang kita lupa akan tujuan dan arah kita sebenarnya kemana dan apa. Ketika kita punya gadget canggih, jabatan tinggi, gelar hebat, mobil mewah, pertanyaan yang seringnya sulit dijawab ialah hal itu semua buat apa, untuk apa dan akan kemana?

Pepatah stoik yang terkenal mengatakan,

Alam semesta ini tidak pernah terburu-buru, tapi semuanya tercapai.

Sebagai contoh, matahari yang terbit dari arah timur ke barat tidak pernah terburu-buru. Ia akan sesuai ritmenya. Waktu pun begitu, dalam satu hari kita hanya akan menemukan jumlah waktu 24 jam, tidak kurang atau lebih. Tidak mungkin di saat sang waktu sedang merasa sedih di hari minggu, ia akan mengurangi jumlahnya, begitu pula sebaliknya. Matahari dan waktu merupakan contoh kecil dari semesta yang menjalankan tugasnya yang tidak terburu-buru dan kesemuanya tercapai. Matahari terbit pada waktunya dan sang waktu berdetak pada jumlah yang sama di setiap harinya.

Tidak mengapa jika kita terlihat lambat jika dibanding dengan yang lain, asalkan kita tahu betul tujuan dan arah yang jelas yang ingin kita capai. Jika memang sudah waktunya, semesta meng-amini nya dan الله‎ meridhoi nya, maka tak ada seorang pun yang dapat menghalangi tercapainya segala tujuan yang sudah dipanjatkan.

Ada hal menarik dari perkataan kanjeng sunan kalijaga, yang dapat digunakan sebagai acuan kita untuk menetapkan tujuan;

Angeli ananging ora keli
“Mengalir tapi tidak tenggelam”

Jadi, di era digital ini, kita dapat mengalir mengikuti arus, tidak melawan arus. Akan tetapi, kita memiliki prinsip. “ora keli” ini berarti kita tidak hanya mengalir saja, tetapi dengan mengalir itu kita menetapkan tujuan yang tidak melawan arus. Tujuan yang menyesuaikan dengan peradaban sekeliling kita. Dalam hal ini kita membutuhkan dua keahlian yaitu memahami situasi dan memahami diri.

Memahami situasi ini ,“angeli”, digunakan untuk kita mengalir. Yang kita ketahui, saat ini memang zaman yang dikelilingi oleh teknologi. Maka, kita harus memiliki literasi digital. “ora keli”, berarti kita memahami diri, bahwa kita memiliki prinsip, kita memiliki target, kita memiliki idealisme, dan kita memiliki ini agar untuk tidak sekedar ikut saja.

Jika kita hanya sekedar mengalir, kita tak ubahnya bagaikan buih di tengah lautan. Sangat mudah terbawa arus, termasuk pada arus yang negatif (نَعُوْذُبِاللهِ مِنْ ذَالِكَ).

--

--

Alesha Tivadar
Alesha Tivadar

No responses yet