#30HariBercerita — Nasihat Habib Ali Al-Jufri
Disaat Habib Ali Al -Jufri berumur sembilan tahun, keluarganya mendapatkan undangan untuk menghadiri acara pesta pernikahan. Ayah beliau berkata, ”Sana, lekaslah bergegas nak ”. Habib Ali pun bersiap-siap.
Kemudian beliau membuka almari baju ayahnya. Disana beliau menemukan sarung hijau yang disukai. Beliau pun lantas mengambilnya dan seraya berkata pada ayahnya, “Ayah aku mau pakai ini”.
”Tapi ini . . “ sambil terdiam sejenak. Lalu kemudian ayah memandang wajah Habib Ali kecil ,”Ya sudah.. pakai saja”.
beliau kembali bertanya,” Kenapa ayah ragu? seakan di awal tidak setuju”.
“Oh tidak apa-apa nak. Hanya sarung itu bukan sarung mewah yang biasa dipakai ke pesta”
Beliau pun bertanya, “Lalu kenapa sekarang disuruh pakai? “
“Karena manusia tak semestinya mempunyai mindset seperti itu, selama pakaian itu bersih, halal bukan curian dan tidak menurunkan harga dirimu sebagai lelaki, maka pakailah”, jawab ayah bersahajah.
Ucapan sang ayah disaat beliau berusia sembilan tahun silam, hingga kini pun masih terngiang. Hal tersebut mempengaruhi tindakan beliau disaat membuka lemari, dan teringat akan perkataan sang ayah,
“Yang penting pakaian itu bersih, lumayan bagus, didapatkan dengan cara halal dan tak ada cacat yang dapat merendahkan mu dalam pakaian tersebut, maka pakailah”.
Seiring berjalannya waktu dan beranjak dewasa, beliau mulai mempelajari biografi Rasulullah SAW, dan ternyata Rasulullah memakai pakaian seadanya. Dalam riwayat lain, Rasulullah memakai yang terbagus dari pakaian yang ada. Hingga pada tahun-tahun berikutnya, setelah beliau mempelajari biografi Rasulullah SAW, beliau menyadari bahwa di dunia ini terdapat industri besar yang sering kita kenal sebagai mode fashion pakaian.
Bukan perkara halal atau haram, dalam konteks ini sedang membahas diluar itu. Terkadang barang buatan itu berbisik kepada kita, hingga membuat sebagian orang rela untuk berhutang demi mendapatkan barang tersebut atau di saat tak mampu membelinya, orang tersebut akan merasa ada yang kurang darinya, seakan dirinya punya aib karena dia tak sanggup memiliki barang itu.
Beliau pun teringat, setelah pulang dari pesta pernikahan itu, terdapat perasaan senang dan bahagia.
“Tuh kan, tidak ada yang berkurang dari dirimu?
wahai anak ku, nilai mu tidak terletak pada pakaian mu. Orang yang menggantungkan kepercayaan dirinya pada pakaiannya, berarti dirinya sama nilainya dengan pakaiannya. Sedang orang yang menggantungkan percaya dirinya pada esensi dibalik pakain tersebut, maka nilai orang itu adalah esensinya.”, jelas ayah dengan santun.
Kesalahan besar yang seringnya kita lakukan pada anak-anak kita dan kita keluhkan saat anak kita beranjak dewasa, banyak ibu-ibu yang mengeluhkan bahwasanya;
Anaknya menuntut banyak hal. Bukannya pelit, hanya ya si anak terlalu banyak meminta ini itu.
Yang menjadi pertanyaan ialah terkadang saat anak kita masih diusia dini dan menolak untuk dipakaikan baju, sedangkan kita tengah terburu-buru. Terkadang kalimat yang kita pikir itu remeh, padahal dampaknya besar bagi jiwa si anak.
Ibunya pun berkata kepada putrinya,
“Ayo pakai, biar kamu menjadi anak perempuan yang paling cantik.
Ayo pakai, anak mama akan jadi paling manis”.
Hal ini sangatlah berbahaya. Perkataan tersebut sama halnya menanamkan mindset pada si anak bahwa kecantikan, keistimewaan dan kelebihan itu tergantung pada penilaian orang. Bukan tergantung pada keputusan kita sendiri.
Pelajaran terbesar yang didapat dari kejadian bersama sang ayah adalah
Keindahan bukanlah tergantung pada komentar orang. Keindahan adalah apa yang hidup dalam dirimu, bahkan kamulah keindahan itu sendiri. Kamulah keindahan karena dalam dirimu ada substansi jiwa yang ditiupkan oleh-Nya kepada mu, maka jangan pernah izinkan siapapun merenggut permata keindahanmu dari dirimu. Hingga mereka jadikan soal keindahan itu sebagai cara untuk memperbudakmu, orang- orang itu pun menjadikanmu budak mereka. Orang bilang bagus, kau senang. Orang bilang tidak bagus, kau sedih. Hingga keputusanmu bahkan bahagiamu pun menjadi tergantung pada orang lain. Begitu pula sebaliknya, kita tidak semestinya menilai seseorang dari tampilan fisiknya dan luarnya saja. Karena hal tersebut sama halnya mengkhianati keindahan dalam diri kita, sekaligus dapat menyakiti orang lain. Point besarnya, keindahan itu adalah kamu, bukan apa yang kamu kenakan. Keindahan ada pada jiwamu, jagalah itu. Bukan berarti kau tak boleh memperindah diri. Silahkan perindah penampilanmu. Namun, pada kadar yang tak sampai menghilangkan substansimu, sebab keindahan tampilan yang menghilangkan keindahan substansi, hakikatnya adalah kejelekan.